Jumat, 31 Agustus 2012

QIRADH ATAU MEMBERI MODAL



1. Pengertian dan Hukum Qiradh
Qiradh berasal dari kata qaradh yang artinya hutang atau perjanjian seperti firman alloh dalam surat al-Baqarah 245. sedangkan menueurt istilah qiradh adalah akad mengenai penyerahan modal kepada seseorang atau badan usaha tertentu agar dikembangkan dan keuntungannya menjadi hak kedua belah pihak sesuai dengan perjanjian.
2. Syarat dan rukun Qiradh
Adapun syarat dan rukun qiradh adalah sebagai berikut :
 Kedua belah pihak adalah orang yang berakal sehat dan baligh (dibenarkan melakukan tindakan hukum).
 Modal harus jelas jumlahnya artinya dapat dihitung atau dinilai dengan uang
 Ketentuan pembagian dicantumkan dalam perjanjian
 Pihak pemilik modal mempercayakan sepenuhnya baik mengenai kebijaksanaan maupun jenis usaha yang ditunjuk pihak pelaksana
 Masing-masing pihak punya landasan amanah serta tolong menolong.
3. Objek Qiradh
Para ulama’ telah sepakat bahwa mengenai objek qiradh adalah penyerahan modal berbentuk uang untuk dikembangkan dalam perniagaan dan keuntungannya menjadi hak kedua belah pihak sesuai perjanjian sewaktu akad. Qiradh diperbolehkan oleh syara’ karena suatu kebutuhan. Oleh karena itu qiradh dikhususkan pada barang-barang yang umumnya laku dan menarik keuntungan.
4. hikmah Qiradh
• Terwujudnya tolong menolong dan terhindarnya sistem rentenir sebab tidak jarang orang yang punya modal tetapi tidak punya keahlian berdagang atau sebaliknya punya keahlian berdagang tetapi tidak punya modal
• Salah satu perilaku ibadah yang lebih mendekatkan diri pada rahmat Alloh karena dapat melepaskan kesulitan orang lain yang sangat membutuhkan
• Bagi yang mengqiradhkan akan diberikan pahala dan kemudahan oleh alloh baik urusan dunia maupun urusan akhirat
• Tercitanya kerjasama antara pemberi modal dan pelaksana yang pada akhirnya dapat menumbuhkan dan mengembangkan perekonomian ummat
• Terbinanya pribadi-pribadi yang taaluf (rasa dekat) antara keduanya
• Yang memberikan pinjaman modal akan mendapat unggulan pahala hingga delapan belas kali lipat bisa dibandingkan dengan sedekah sepuluh kali lipat.
                                                 
1.    KEUTAMAAN QIRADH (PINJAM MEMINJAM)
Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda, “Barangsiapa menghilangkan satu kesusahan di antara sekian banyak kesusahan dunia dari seorang muslim, niscaya Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan dari sekian banyak kesusahan hari kiamat; barang siapa memberi kemudahan kepada orang yang didera kesulitan, niscaya Allah memberi kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba tersebut selalu menolong saudaranya.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 1888, Muslim IV: 2047 no: 2699, Tirmidzi IV: 265 no: 4015, ‘Aunul Ma’bud XIII: 289 no: 4925).
Dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Nabi saw bersabda, “Tidaklah seorang muslim memberi pinjaman kepada orang muslim yang lain dua kali, melainkan pinjaman itu (berkedudukan) seperti shadaqah sekali.” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no: 1389 dan Ibnu Majah II: 812 no: 2430).
2.    PERINGATAN KERAS TENTANG HUTANG
Dari Tsauban, mantan budak Rasulullah, dari Rasulullah saw, bahwa Beliau bersabda, “Barangsiapa yang rohnya berpisah dari jasadnya dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya masuk surga: (pertama) bebas dari sombong, (kedua) dari khianat, dan (ketiga) dari tanggungan hutang.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1956, Ibnu Majah II: 806 no: 2412, Tirmidzi III: 68 no: 1621).
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Jiwa orang mukmin bergantung pada hutangnya hingga dilunasi.” (Shahih: Shahihul Jami’ no: 6779 al-Misykah no: 2915 dan Tirmidzi II: 270 no: 1084).
Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan menanggung hutang satu Dinar atau satu Dirham, maka dibayarilah (dengan diambilkan) dari kebaikannya; karena di sana tidak ada lagi Dinar dan tidak (pula) Dirham.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1985, Ibnu Majah II: 807 no: 2414).
Dari Abu Qatadah ra bahwasannya Rasulullah pernah berdiri di tengah-tengah para sahabat, lalu Beliau mengingatkan mereka bahwa jihad di jalan Allah dan iman kepada-Nya adalah amalan yang paling afdhal. Kemudian berdirilah seorang sahabat, lalu bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan terhapus dariku?” Maka jawab Rasulullah saw kepadanya “Ya, jika engkau gugur di jalan Allah dalam keadaan sabar mengharapkan pahala, maju pantang melarikan diri.” Kemudian Rasulullah bersabda: “Melainkan hutang, karena sesungguhnya Jibril ’alaihissalam menyampaikan hal itu kepadaku.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 1197, Muslim III; 1501 no: 1885, Tirmidzi III: 127 no: 1765 dan Nasa’i VI: 34).
3.    ORANG YANG MENGAMBIL HARTA ORANG LAIN DENGAN NIAT HENDAK DIBAYAR ATAU DIRUSAKNYA
Dari Abi Hurairah ra dari Nabi saw, Beliau bersabda, “Barangsiapa mengambil harta orang lain dengan niat hendak menunaikannya, niscaya Allah akan menunaikannya, dan barang siapa yang mengambilnya dengan niat hendak merusaknya, niscaya Allah akan merusakkan dirinya.” (Shahih: Shahihul Jami’ no: 598 dan Fathul Bari V: 53 no: 2387).
Dari Syu’aib bin Amr, ia berkata: Shuhaibul Khair ra telah bercerita kepada kami, dari Rasulullah saw, bahwasannya Beliau bersabda, “Setiap orang yang menerima pinjaman dan ia bertekad untuk tidak membayarnya, niscaya ia bertemu Allah (kelak) sebagai pencuri.” (Hasan Shahih: Shahihul Ibnu Majah no: 1954 dan Ibnu Majah II: 805 no: 2410).
4.    PERINTAH MELUNASI HUTANG
Allah swt berfirman :
“Sesunguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS An-Nisaa’: 58).
5.    MEMBAYAR DENGAN BAIK
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Adalah Nabi saw pernah mempunyai tanggungan berupa unta yang berumur satu tahun kepada seorang laki-laki. Kemudian ia datang menemui Nabi saw lalu menagihnya. Maka Beliau bersabda kepada para Shahabat, “Bayar (hutangku) kepadanya.” Kemudian mereka mencari unta yang berusia setahun, ternyata tidak mendapatkannya, melainkan yang lebih tua. Kemudian Beliau bersabda, “Bayarkanlah kepadanya.” Lalu jawab laki-laki itu, “Engkau membayar (hutangmu) kepadaku (dengan lebih sempurna), niscaya Allah menyempurnakan karunia-Nya kepadamu.” Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang terbaik di antara kamu dalam membayar hutang.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil V: 225, Fathul Bari IV: 58 no: 2393, Muslim III: 1225 no: 1601, Nasa’i VII: 291 dan Tirmidzi II: 389 no: 1330 secara ringkas).
Dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata, “Saya pernah menemui Nabi saw di dalam masjid Mis’ar berkata, “Saya berpendapat dia (Jabir) berkata: Di waktu shalat dhuha, kemudian Rasulullah bersabda, “Shalatlah dua raka’at.” Dan Rasulullah pernah mempunyai tanggungan hutang kepadaku, lalu Rasulullah membayar lebih kepadaku.” (Shahih: Fathul Bari V: 59 no: 2394, ‘Aunul Manusia’bud IX: 197 no: 3331 kalimat terakhir saja).
Dari Isma’il bin Ibrahim bin Abdullah bin Abi Rabi’ah al-Makhzumi dari bapaknya dari datuknya, bahwa Nabi saw pernah meminjam uang kepadanya pada waktu perang Hunain sebesar tiga puluh atau empat puluh ribu. Tatkala Beliau tiba (di Madinah), Beliau membayarnya kepadanya. Kemudian Nabi saw bersabda kepadanya, “Mudah-mudahan Allah memberi barakah kepadamu pada keluarga dan harta kekayaanmu; karena sesungguhnya pembayaran hutang itu hanyalah pelunasan dan ucapan syukur alhamdulillah.” (Hasan: Shahih Ibnu Majah no: 1968 dan Ibnu Majah II: 809 no: 2424, dan Nasa’i VII: 314).
6.    MENAGIH HUTANG DENGAN SOPAN
Dari Ibnu Umar dan Aisyah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa menuntut haknya, maka tuntutlah dengan cara yang baik, baik ia membayar ataupun tidak bayar.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1965 dan Ibnu Majah II: 809 no: 2421).
7.    MEMBERI TANGGUH KEPADA ORANG YANG KESULITAN
Allah swt berfirman:
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan, menshadaqahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS al-Baqarah: 280)
Dari Hudzaifah ra, ia berkata: Saya pernah mendengar Nabi saw bersabda, “Telah meninggal dunia seorang laki-laki.” Kemudian ia ditanya, “Apakah yang pernah engkau katakan (perbuat) dahulu?” Jawab Beliau, “Saya pernah berjual beli dengan orang-orang, lalu saya menagih hutang kepada orang yang berkelapangan dan memberi kelonggaran kepada orang berada dalam kesempitan, maka diampunilah dosa-dosanya.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1963 dan Fathul Bari V: 58 no: 2391).
Dari Abul Yusri, sahabat Nabi saw, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang ingin dinaungi Allah dalam naungan-Nya (pada hari kiamat), maka hendaklah memberi tangguh kepada orang yang berada dalam kesempitan atau bebaskan darinya.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1963 dan Ibnu Majah II: 808 no: 2419).
8.    PENUNDAAN ORANG MAMPU ADALAH ZHALIM
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Penundaan orang yang mampu adalah suatu kezhaliman.” (Muttfaaqun ’alaih: Fathul Bari V: 61 no: 2400, Muslim III: 1197 no: 1564 ‘Aunul Ma’bud IX: 195 no: 3329, Tirmidzi II: 386 no: 1323, Nasa’I VII: 317 dan Ibnu Majah II: 803 no: 2403).
9.    BOLEH MEMENJARAKAN ORANG YANG ENGGAN MELUNASI HUTANG PADAHAL MAMPU
Dari Amr bin asy-Syuraid dari bapaknya Rasulullah saw bersabda, “Penundaan orang yang mampu (membayar) dapat menghalalkan kehormatannya dan pemberian sanksi kepadanya.” (Hasan: Shahih Nasa’i no: 4373, Nasa’i VII: 317, Ibnu Majah II: 811 no: 2427, ‘Aunul Ma’bud X: 56 no: 3611 dan Bukhari secara mu’allaq lihat Fathul Bari V: 62).
10.    SETIAP PINJAMAN YANG MENDATANGKAN MANFA’AT ADALAH RIBA
Dari Abu Buraidah (bin Abi Musa), ia bercerita, “Saya pernah datang di Madinah, lalu bertemu dengan Abdullah bin Salam. Kemudian ia berkata kepadaku, “Marilah pergi bersamaku ke rumahku, saya akan memberimu minum dengan sebuah gelas yang pernah dipakai minum Rasulullah saw dan kamu bisa shalat di sebuah masjid yang Beliau pernah shalat padanya.” Kemudian aku pergi bersam
anya (ke rumahnya), lalu (di sana) ia memberiku minum dengan minuman yang dicampur tepung gandum dan memberiku makan dengan tamar, dan aku shalat di masjidnya. Kemudian ia menyatakan kepadaku, “Sesungguhnya engkau berada di tempat di mana praktik riba merajalela, dan di antara pintu-pintu riba adalah seorang di antara kamu yang memberi pinjaman (kepada orang lain) sampai batas waktu (tertentu), kemudian apabila batas waktunya sudah tiba, orang yang menerima pinjaman itu datang kepadanya dengan membawa sekeranjang (makanan) sebagai hadiah, maka hendaklah engkau menghindar dari sekeranjang (makanan) itu dan apa yang ada di dalamnya.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil V: 235 dan Baihaqi V: 349).
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 694 - 702. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar